Mencengangkan! Peredaran Berita Hoaks Selama Pandemi Covid-19

Hoaks atau hoax adalah berita palsu yang sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja, sejak pandemi Covid-19 melanda dan aktivitas di rumah lebih banyak dibandingkan di luar rumah, hoaks yang diterima justru lebih banyak.

Ada kurang lebih 1402 hoaks terkait pandemi Covid-19 mengenai vaksin, masker, hingga obat Covid-19. Selain itu, fakta mencengangkan lainnya terkait peredaran fake news ini tersebar melalui platform media sosial sebanyak 2242 hoaks.

Beberapa Contoh Hoaks yang Meresahkan Masyarakat

Hoaks Vaksin

• Vaksin Sinovac merupakan vaksin kelinci percobaan hingga mengandung borak dan formalin.
• Ada microchip di dalam vaksin yang bisa dijadikan alat untuk melacak.
• Vaksin mempercepat kematian.

Hoaks Masker

• Penggunaan masker bisa membuat positif Covid-19.
• Masker impor dari China ada cacing dan ulatnya.
• Penggunaan masker dapat menyebabkan hipoksia.
• Negara Kamboja dan Swiss tidak ada kematian selama pandemi karena tak memakai masker.

Hoaks Obat Covid-19

• Resep obat untuk pasien Covid-19.
• Obat Covid-19 Molnulpiravir mulai beredar.
• Campuran kelapa muda, jeruk nipis, dan garam bisa menghilangkan virus Corona.
• Minyak kayu putih bisa membunuh Covid-19.
• Minum kopi sebanyak tiga kali sehari bisa sembuhkan Covid-19.
• Jus jahe dan lada hitam jadi obat rumahan untuk virus Covid-19.

Dampak Hoaks Terkait Pandemi Covid-19

Peredaran hoaks yang menyebar dengan cepat membuat sebagian individu merasa cemas, ketakutan, bahkan sebagian orang lain jadi tak acuh dengan protokol kesehatan. Tentu saja, ini bisa memperlambat proses penanggulangan Covid-19.

Adanya hoaks vaksin membuat banyak orang kehilangan haknya untuk melakukan imunisasi atau melindungi dirinya. Ini mendorong herd immunity jadi sulit tercapai. Selain itu, berita palsu terkait Covid-19 pun memicu terjadinya panic buying di masyarakat.

3 Hal Penting untuk Menanggulangi Hoaks

Ada tiga hal penting atau instrumen yang harus diperhatikan dalam menanggulangi berita bohong, yaitu.

Penegakan Hukum

Agar penyebaran hoaks tidak semakin masif, pelaku penyebar berita bohong sebaiknya diberikan hukuman yang setimpal agar memberikan efek jera. Siapa pun pelakunya, baik memiliki jabatan atau kalangan masyarakat umum, semua harus ditangani dengan adil saat menyebarkan hoaks.

Indonesia memiliki banyak instrumen hukum yang bisa menangani berita bohong, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Hukum Pidana atau KUHP. Selain penyebar, akan lebih baik jika menangkap pencipta atau dalang di balik berita bohong yang beredar.

Mengedukasi Masyarakat

Indonesia termasuk sebagai negara dengan tingkat minat baca dan literasi yang rendah. Inilah yang akhirnya menjadi celah pelaku hoaks menyebarkan fake news secepat kilat. Untuk itulah, masyarakat perlu diedukasi lagi secara digital, salah satunya agar tak segan melaporkan hoaks yang ditemukan. 

Netizen Indonesia dapat melapor ke aduankonten@mail.kominfo.go.id dengan menyertakan link hoaks dan tangkapan layar berita hoaksnya. Selain saluran tersebut, kini Indonesia juga memiliki komunitas yang fokus pada penyebaran berita bohong, seperti Masyarakat Indonesia Anti Hoax dan Turn Back Hoax.

Melibatkan Penyelenggara Platform

Tidak dimungkiri jika penyebaran hoaks memang paling banyak terjadi di media sosial, apalagi jika melihat data dari Kemkominfo. Untuk itu, melibatkan setiap platform dalam melawan hoaks adalah langkah yang harus dilakukan. Pemerintah bisa memberikan denda bagi platform media sosial yang tidak melakukan langkah yang cukup untuk meredam informasi tidak benar.

Itulah beberapa contoh hoaks yang sempat beredar dan meresahkan masyarakat dan poin-poin penting untuk menanggulangi berita bohong. Informasi lain terkait dunia berita dan media sosial dapat Sobat QuBisa pelajari pada microlearning di bawah ini dari platform siap kerja QuBisa:

• Cara Berpendapat yang Baik dan Cerdas di Media Sosial
• Sejak Kapan Dimulai Tren Jurnalisme Gawai?
• 3 Kunci untuk Dapat Menulis dengan Baik